Puisi
merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks yang terdiri
dari beberapa strata (lapis) norma. Menurut Wellek masing-masing norma dalam
sebuah analisis puisi menimbulkan lapis norma di bawahnya yaitu :
Lapis
norma pertama adalah lapis bunyi. Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar
adalah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang.
Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua, yaitu
lapis arti, karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti.
Bunyi-bunyi itu disusun sedemikian rupa menjadi satuan kata, frase, kalimat,
dan bait yang menimbulkan makna yang dapat dipahami oleh pembaca. Rangkaian
satuan-satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan
ekstrinsik puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan-lukisan, objek-objek yang
dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan
sebagainya.
Penerapan
analisis puisi berdasarkan strata norma menurut Wellek berdasarkan Roman
Ingardens akan dijelaskan dalam analisis puisi CINTAKU JAUH DI PULAU karya
Chairil Anwar.
CINTAKU
JAUH DI PULAU
(Chairil
Anwar)
Cintaku
jauh di pulau,
gadis
manis, sekarang iseng sendiri
Perahu
melancar, bulan memancar,
di
leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin
membantu, laut terang, tapi terasa
aku
tidak ‘kan sampai padanya
Di
air yang terang, di angin mendayu,
di
perasaan penghabisan segala melaju
Ajal
bertahta, sambil berkata :
“Tujukan
perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi!
Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu
yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa
ajal memanggil dulu
sebelum
sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau
kalau
‘ku mati, dia mati iseng sendiri
1. Analisis lapis pertama (bunyi)
Analisis puisis dengan lapis bunyi yaitu menggunakan bunyi-bunyi yang dipilih berdasarkan yang bunyi-bunyi yang bernada. Misalnya pada puisi Cintaku Jauh Di Pulau, pada baris pertama puisi tersebut ada pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama(asonansi) yaitu a dan u, pada baris kedua ada Pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan atau rima awal(aliterasi) yaitu s (gadis manis sekarang iseng sendiri). Demikian juga pada bait kedua terdapat pengulangan bunyi vocal a (melancar – memancar – si pacar – terang – terasa), dan juga terjadi pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan yaitu l dan r (melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa).
Selain
itu ada pula rima teratur yang terdapat pada puisi iniyaitu terdapat pada bait
1 dan bait terakhir yang memiliki rima yang sama (a b), yang terletak diantara
bait-bait yang berpola rima a a – bb. Rima konsonan dari “memancar – si pacar”
bertentangan dengan rima “terasa – padanya” yang merupakan bunyi vokal. Rima
“kutempuh – merapuh” (konsonan) bertentangan dengan rima vokal “dulu –
cintaku”. Rima yang berupa asonansi dan aliterasi pada puisi di atas berfungsi
sebagai lambang rasa sehingga menambah keindahan puisi dan memberi nilai rasa
tertentu.
2. Analisis lapis kedua (arti)
Untuk
menganalisis arti, kita berusaha memberikan makna pada bunyi, suku kata, kata,
kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi. Contohnya
analisis makna per kalimat, per bait dan akhirnya makna seluruh puisi. Contoh
analisis puisi berdasarkan tiap bait yaitu pada puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’
yaitu:.
Analisis
bait “Cintaku jauh di pulau” pada bait ini menandakan bahwa kekasih tokoh aku
berada di pulau yang jauh. ”Gadis manis sekarang iseng sendiri” pada bait ini
artinya kekasih dari tokoh aku tersebut adalah seorang gadis yang manis yang
menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku. Pada bait “Perahu melancar, bulan memancar, di leher
kukalungkan ole-ole buat si pacar” Analisis pada bait tersebut menandakan bahwa
tokoh aku menempuh perjalanan yang jauh dengan perahu karena ingin menjumpai
kekasihnya. “Angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai
padanya” pada saat itu cuaca sangat bagus, namun hati si aku merasa gundah karena
rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
Pada
bait selanjutnya “Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku
saja”. Pada bait ini menceritakan perasaan tokoh aku yang semakin sedih karena
meskipun air terang, angin mendayu, tetapi perasaannya mengatakan bahwa ajal telah memanggilnya.
Bait
selanjutnya yaitu “Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama
‘kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu, sebelum sempat berpeluk dengan
cintaku?! menunjukkan bahwa tokoh aku putus asa. Dia telah bertahun-tahun
berlayar demi bertemu dengan kekasihnya, bahkan perahu yang membawanya sudah
hampir rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya
sebelum ia bertemu dengan kekasihnya. “Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia
mati iseng sendiri” pada bait ini menandakan bahwa tokoh aku khawatir terhadap
kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam
penantiannnya selama ini yang selalu sendiri dengan sia-sia.
3. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)
Pada analisis lapis arti sebelumya menimbulkan lapis ketiga yaitu berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’, makna implisit, dan metafisis.
Dalam
menganalisis puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’, objek yang dikemukakan adalah
cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal.
Pelaku atau tokohnya adalah si aku , sedangkan latarnya di laut, pada malam
hari yang cerah dan berangin.
Jika
objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi digabungkan, maka
akan menghasilkan ‘dunia pengarang’ atau isi puisi. Ini merupakan dunia
(cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya. Contohnya berdasarkan puisi
‘Cintaku Jauh di Pulau’ kita dapat menuliskan ‘dunia pengarang’ sebagai berikut
:
Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu
tempat yang jauh. Karena ingin menemuinya, pada suatu malam ketika bulan
bersinar dan cuaca bagus, si aku berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun
keadaan sangat baik untuk berlayar (laut terang, angin mendayu), namun si aku
merasa ia tak akan sampai pada kekasihnya itu. Pelayaran selama bertahun-tahun,
bahkan sampai perahunya akan rusak, nampaknya tidak akan membuahkan hasil
karena ajal lebih dulu datang. Ia membayangkan, setelah ia mati kekasihnya juga
akan mati dalam kesendirian. Dalam puisi tersebut digambarkan perasaan-perasaan
tokoh si aku yaitu : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa. Selain itu juga
dapat di lihat terdapat unsur metafisis yang menyebabkan pembaca
berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan
hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang
cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat
mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu.
Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.
Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam puisi namun dapat
dipahami oleh pembaca. Misalnya kata ’gadis manis’ memberi gambaran bahwa pacar
si aku ini sangat menarik.
makasih ya infonya , ngebantu banget bikin tugasku
BalasHapusyapsss..
Hapussering" berkunjung yachhh..
jgn lupa d follow
Buat yang "Kepada Kawan" Chairil Anwar dong
BalasHapusMaaf saya mau tanya analisis berdasarkan struktur lapis norma puisi tentang cita-cita karya Mohd. Harun Al Rasyid bisa tolong bantu dong. Please 🙏🙏
BalasHapus