Minggu, 15 April 2012

CARA MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA



Bunyi bahasa yang disebut fon dibentuk dengan cara diartikulasikan. Berdasarkan sifatnya, artikulator terbagi dua, yakni: 1) artikulator aktif dan 2) artikulator pasif. Artikulator aktif biasanya berpindah-pindah posisi untuk menentukan titik artikulasi guna menghasilkan bunyi bahasa. Menurut Lapoliwa (1981:18), hubungan posisional antara artikulator aktif dan artikulator pasif disebut striktur (strictrure). Oleh karena vokal tidak mempunyai artikulasi, strukturnya ditentukan oleh celah antara lidah dan langit-langit. Sesuai dengan strukturnya, di bawah ini dikemukakan cara–cara membentuk fonem, baik vocal maupun konsonan.
Cara Pembentukan Vokal
Vokal (Vokoid) yaitu bunyi ucapan yang terbentuk oleh udara yang keluar dari paru-paru dan ketika melalui tenggorokan mendapat hambatan. Kualitas vokal umumnya ditentukan oleh tiga hal, yakni:
(1) bulat-hamparnya bentuk bibir,
(2) atas-bawah lidah, dan
(3) maju–mundurnya lidah.
Pemerian klasifikasi vokal diperkenalkan oleh Daniel Jones (1958:18) dengan istilah sistem vokal kardinal. Vokal kardinal adalah bunyi vokal yang mempunyai kualitas tertentu, yang telah dipilih sedemikian rupa untuk dibentuk dalam suatu rangka gambar bunyi. Rangka gambar bunyi ini dapat dipakai sebagai acuan perbandingan dalam deskripsi vokal seluruh bahasa dunia. Vokal cardinal dilambangkan dengan [i, e, ε, a, α, ə, o, dan u] dalam International Phonetics Association (Marsono, 1989: 26). Adapun vokal dalam bahasa Indonesia berjumlah enam buah, yakni: [a], [i], [u], [ε], [o], dan [ə]. Pembentukan vokal ini didasarkan pada posisi bibir, tinggi rendahnya lidah, dan maju mundurnya lidah.

Pembentukan vokal berdasarkan Tinggi rendahnya Lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah, vokal dapat dibedakan diatas:
(a) vokal tinggi atau atas yang dibentuk apabila rahang bawah merapat ke rahang atas: [i] dan [u]
(b) vokal madya atau tengah yang dibentuk apabila rahang bahwa menjauh sedikit dari rahang atas: [e] dan [o]
(c) vokal rendah atau tengah yang di bentuk apabila rahang bawah diundurkan lagi sejauh-jauhnya: [a].
Kedudukan lidah dalam mengucapkan vokal ini dapat terlihat setelah menggunakan pemotretan sinar X, sehingga dapat diketahui titik tertinggi letak ketinggian lidah yang melengkung. Titik tertinggi keempat vokal jika dihubungkan akan menjadi gambar di bawah ini.
 (Dodd dan Leo C Tupan, 1961: 16-17 dalam Marsono, 1989: 27)
Garis segi empat trapesium itu merupakan batas kemungkinan gerak lidah dalam pengucapkan vokal. Vokal [i] diucapkan dengan meninggikan lidah depan setinggi mungkin tanpa tanpa menyebabkan terjadi konsonan geseran. Vokal [a] diucapkan dengan merendahkan lidah depan (ujung lidah) serendah mungkin. Vokal [a1] diucapkan dengan merendahkan pangkal lidah sebawah mungkin vocal  [u] diucapkan dengan menaikkan pangkal lidah setinggi mungkin. Hal itu dapat digambarkan seperti di bawah ini.
 (1) [i] [u] (8) (4) [a] [α] (5)
(Dodd dan Leo C Tupan, 1961: 17
dalam Marsono, 1989: 27)
Vokal [e] dan [ε] diucapkan dengan lidah depan terletak di antara [i] dan [a]. Vokal [o] dan [ə] diucapkan dengan posisi pangkal lidah di antara [u] dan [a]. Pada gambar ini di atas diletakkan di antara garis yang menghubungkan kedua vokal [u] dan [a] tersebut. Kedelapan vokal kardinal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Vokal Kardinal
Depan Tengah Belakang
(1) [i] [u] (8) (2) [e] [o] (7) (3) [ε] [ə] (6) (4) [a] [α] (5)
(Dodd dan Leo C Tupan, 1961: 18 dalam Marsono, 1989: 27)

Vokal Kardinal yang Disederhanakan
(1) [i] [u] (8)
(2) [e] [o] (7)
(3) [ε] [ə] (6)
(4) [a] [α] (5)
(Jones, 1956: 21)
2.8
Vokal Bahasa Indonesia
Menurut Soebardi (1973:5—8), bahasa Indonesia mempunyai sepuluh vokal; Pendapat Soebardi tersebut digambarkan dalam tabel berikut ini.
Vokal Bahasa Indonesia Menurut Soebardi
No.
Vokal
Tinggi
rendah
Lidah
Gerak
Lidah
bagian
Striktur
Bentuk
Bibir
Contoh kata
I [i1 tinggi
atas
depan tertutup tak bulat ini, ibu, kita, cari,
lari
2 [I] tinggi
bawah
depan semitertutup
tak bulat pinggir, kerikil,
kelingking
3 [e] madya
atas
depan semitertutup
tak bulat ekor, eja, enak
4 [ε] madya
bawah
depan semiterbuka
tak bulat nenek, leher,
geleng, dendeng
5 [a] rendah
bawah
depan terbuka tak bulat ada, apa, pada
6 [ə] madya tengah semiterbuka
tak bulat emas, elang, sela,
iseng
7 [ ] madya
bawah
belakang semi-
‘terbuka
•bulat otot, tokoh
dorong, roti
8 [o] madya
atas
belakang semitertutup
bulat oto, toko, kado,
prangko
9 [U] tinggi
bawah
belakang semitertutup
bulat ukur, urus, turun
10 [u] tinggi
atas
belakang tertutup bulat udara, utara,
bulan, paku
Bila digambarkan, pendapat Soebardi tersebut adalah sebagai berikut.
Menurut Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia (1993:58) untuk selanjutnya kita sebut TBBI, bahasa Indonesia mempunyai enam buah vokal. Agar lebih jelas, keenam vokal tersebut digambatkan dalam tabel berikut ini.
Vokal Bahasa Indonesia Menurut TBBI
Bagian Lidah
Tinggi Lidah
Depan Tengah Belakang
Tinggi i u
Sedang e ə
o
Rendah a
Agar lebih mudah mengingat, gambar vokal dari para ahli fonetik tadi dapat disederhanakan dengan gambar segitiga seperti di bawah ini
Vokal Bahasa Indonesia yang Disederhanakan
[i] [u]
[ε] [ә] [o]
[a]
Pembentukan vokal berdasarkan Maju mundurnya Lidah
Berdasarkan bagian lidah yang bergerak atau maju mundurnya lidah,
vokal dapat dibedakan atas:
(a) vokal depan, yakni vokal yang dihasikan oleh gerakan turun naiknya lidah
bagian depan, seperti: [i, e, ε, a].
Vokal Depan
(Malemberg, 1963:38)
(b) vokal tengah, yakni vokal yang dihasilkan oleh gerakan lidah bagian tengah,
misalnya: [ə].
Vokal Tengah
(Malemberg, 1963:38)
(c) vokal belakang, yakni vokal yang dihasilkan oleh gerakan turun naiknya lidah bagian belakang atau pangkal lidah, seperti: [u] dan [o].
Vokal Belakang
(Malemberg, 1963:38)
Pembentukan Vokal Berdasarkan Posisi Bibir
Berdasarkan bentuk bibir sewaktu vokal diucapkan, vokal dibedakan atas:
(a) vokal bulat, yakni vokal diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Bentuk bibir bulat bisa terbuka atau tertutup. Jika terbuka, vokal itu diucapkan dengan posisi bibir terbuka bulat (open-rounded). Misalnya, vokal [u, o].
(b) vokal tak bulat, yakni vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya, [a, i, e, ə]
Striktur
Struktur adalah keadaan hubungan posisional (aktif) dengan pasif atau titik artikulasi. Karena vokal tidak mengenal artikulasi, struktur untuk vokal ditentukan oleh jarak antara lidah dengan langit-langit. Dilihat dari strikturnya, vocal dibedakan atas empat jenis, yakni vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal
terbuka, dan vokal semi-terbuka.
(c) vokal tertutup, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi
mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal. Jika digambarkan,
vokal tertutup ini terletak pada garis yang menghubungkan antara [i] dan [u].
Karena itu, menurut strukturnya vokal [i] dan [u] merupakan vokal tertutup.
(d) vokal semi-tertutup, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam
ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua pertiga diatas vokal yang
paling rendah, terletak pada garis yang menghubungkan antara vokal [e]
dengan [o]. Karena itu, vokal [e] dan [o] termasuk vokal semi-tertutup.
(e) vokal semi-terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam
ketinggian sepertiga di atas vokal [ε] dengan [o]. Dengan demikian, vokal
[ε] dan [o] termasuk vokal semi-terbuka
(f) vokal terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah
mungkin kira-kira pada garis yang menghubungkan antara vokal [a] dengan
[A]. Karena itu, kedua vokal itu termasuk vokal terbuka.
Berdasarkan posisi lidah, tinggi-rendahnya lidah, maju mundurnya lidah ,
dan strikturnya, vokal dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
Vokal
Depan Tengah Belakang
Struktur
Tak bulat Tak bulat bulat Netral
Tinggi I u
Tertutup
Semi-Tertutup
Madya e ¶ o
ə
Semi-Terbuka
Rendah a α Terbuka
(Marsono, 1989:35)
Monoftong
Monoftong atau vokal murni (pure vowels) ialah bunyi vokal tunggal yang terbentuk dengan kualitas alat bicara (Iidah) tidak berubah dan awal hingga akhir artikulasinya dalam sebuah suku kata (Kridalaksana, 1987:109). Secara praktis monoftong atau vokal tunggal biasa hanya disebut dengan istilah vokal saja. Artinya, yang dimaksud dengan istilah vokal adalah vokal tunggal, sedangkan diftong adalah vokal rangkap. Berikut akan diuraikan monoftong dalam bahasa Indonesia,
Diftong
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ciri diftong ialah waktu diucapkan posisi lidah yang satu dengan yang lain saling berbeda. Perbedaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturnya (jarak lidah dengan langit-langit). Berdasarkan itu pula maka diftong kemudian dikiasifikasikan. Klasifikasi diftong dengan contoh dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris diuraikan di bawah ini.
Diftong Naik (Rising Diphtongs)
Diftong naik (rising diphtongs) ialah jika vokal yang kedua diucapkan
dengän posisi lidah Iebih tinggi daripada yang pertama. Karena lidah semakin
menaik, dengan demikian stnikturnya semakin tertutup, sehingga diftong mi juga
dapat disebut diftong menutup (closing diphtongs). Berikut akan diuraikan diftong
naik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Menurut Soebardi (1973:8-9), bahasa indonesia mempunyai tiga jenis
diftong naik, yaitu:
1) Diftong naik-menutup-maju [aI], misalnya pada kata pakai, lalai, pandai,
nilai, tupai, sampai.
2) Diftong naik-menutup-maju [oi], misalnya pada kata amboi, sepoi-sepoi.
3) Dif tong naik-menutup-mundur [aU], misalnya pada kata saudara, saudagar,
lampau, surau, pulau, kacau.
Dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan diftong turun
tidak ada. Diftong naik pada BBM ini diambil contohnya dari bahasa Inggris. Di
dalam bahasa Inggris terdapat dua jenis diftong turun, yakni:
1) Diftong turun membuka-memusat [iə], misalnya dalam kata ear.
2) Diftong turun membuka-memusat [uə], misalnya dalam kata poor (Marsono,
1989:58).
Gambar diftong naik dalam bahasa Indonesia dapat dilihat seperti dalam
gambar berikut ini.
Vokal (Vokoid) yaitu bunyi ucapan yang terbentuk oleh udara yang keluar
dari paru-paru dan ketika melalui tenggorokan mendapat hambatan. Kualitas
vokal umumnya ditentukan oleh tiga hal, yakni: (1) bulat-hamparnya bentuk
bibir, (2) atas-bawah lidah, dan (3) maju–mundurnya lidah.
Oleh karena vokal tidak mempunyai artikulasi, strikturnya ditentukan oleh
celah antara lidah dan langit-langit. Pemerian klasifikasi vokal diperkenalkan
oleh Daniel Jones (1958:18) dengan istilah sistem vokal kardinal. Vokal
kardinal adalah bunyi vokal yang mempunyai kualitas tertentu, yang telah
dipilih sedemikian rupa untuk dibentuk dalam suatu rangka gambar bunyi.
Rangka gambar bunyi ini dapat dipakai sebagai acuan perbandingan dalam
deskripsi vokal seluruh bahasa dunia. Vokal kardinal dilambangkan dengan
[i, e, ε, a, α, ə, o, dan u] dalam International Phonetics Association
Vokal dalam bahasa Indonesia berjumlah enam buah, yakni: [a], [i], [u],
[ε], [o], dan [ə].
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah, vokal dapat dibedakan diatas:
(a) Vokal tinggi atau atas yang dibentuk apabila rahang bawah merapat ke
rahang atas: [i] dan [u]
(b) vokal madya atau tengah yang dibentuk apabila rahang bahwa menjauh
sedikit dari rahang atas: [e] dan [o]
(c) vokal rendah atau tengah yang dibentuk apabila rahang bawah
diundurkan lagi sejauh-jauhnya: [a].
Monoftong atau vokal murni (pure vowels) ialah bunyi vokal tunggal yang
terbentuk dengan kualitas alat bicara (Iidah) tidak berubah dan awal hingga
akhir artikulasinya dalam sebuah suku kata. Secara praktis monoftong atau
vokal tunggal biasa hanya disebut dengan istilah vokal saja. Artinya, yang
dimaksud dengan istilah vokal adalah vokal tunggal, sedangkan diftong
adalah vokal rangkap.
8. Diftong ialah bunyi yang pada waktu diucapkannya posisi lidah yang satu
dengan yang lain saling berbeda. Perbedaan itu menyangkut tinggi rendahnya
lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturnya (jarak lidah dengan langitlangit).
PEMBENTUKAN KONSONAN
Dalam Kegiatan Belajar ini dibahas berbagai jenis pembentukan konsonan. Menurut Marsono (1989:60), perbedaan klasifikasi vokal dengan konsonan terletak pada fisiologisnya karena antara konsonan yang konsonan yang satu dengan yang lainnya lebih mudah dibedakan daripada vokal-vokal. Konsonan dibedakan menurut:
1. cara hambat (cara artikulasi) atau tempat hambatan (tempat artikulasi),
2. hubungan posisional antara penghambat-penghambatnya atau hubungan
antara artikulator aktif dan pasif (striktur), dan
3. bergetarnya pita suara.
Pembentukan Konsonan Berdasarkan Cara Artikulasi dan Tempat
Artikulasi
Berdasarkan cara artikulasi atau jenis halangan udara yang terjadi pada
waktu udara keluar dari rongga ujaran, konsonan dapat dibedakan atas konsonan
hambat, frikatif, spiran, lateral, dan getar.
Konsonan hambat (stop), yaitu konsonan yang dihasilkan dengan cara
menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi. Konsonan yang dihasilkan
ialah [p], [t], [c], [k], [b], [d], [j], [g], dan [?]. Konsonan hambat yang disudahi
dengan letupan disebut konsonan eksplosif, misalnya [p] pada kata lapar, pukul,
dan lipat. Konsonan hambat yang tidak diakhiri oleh letupan disebut konsonan
implosif, misalnya [p] pada kata kelap, gelap, dan tetap.
Konsonan geser atau frikatif, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan cara
menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru. Konsonan yang dihasilkan ialah
[f], [v], [x], [h], [s], [Š], z, dan x.
Konsonan likuida atau lateral, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan
menaikkan lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan
melalui kedua sisi lidah. Konsonan yang dihasilkan ialah [l].
2.22
Konsonan getar atau trill, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan dan menjauhkan lidah ke alveolum dengan cepat dan berulang-ulang sehingga udara bergetar. Bunyi yang terjadi disebut konsonan getar apikal [r]. Jika uvula yang menjauh dan mendekat ke belakang lidah terjadi dengan cepat dan berulang-ulang, akan terjadi konsonan getar uvular [R].
Semi-vokal, yaitu bunyi konsonan yang pada waktu diartikulasikan belum
membentuk konsonan murni. Misalnya, semivokal [w] dan [y]. Bunyi bilabial [w]
dibentuk dengan tempat artikulasi yang berupa bibir atas dan bibir bawah.
Pembentukan Konsonan Berdasarkan Strikturnya
Berdasarkan strukturnya, yakni hubungan antara artikulator dan titik
artikulasi, konsonan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas konsonan
bilabial, labiodental, apikodental, apiko-alveolar, [alatal, velar, glottal, dan
konsonan laringal.
Konsonan bilabial, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan
mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai
artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [p], [b], [m], dan [w].
Konsonan labiodental, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan
mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai
artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah [f] dan [v].
Konsonan apiko-dentall, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan ujung
lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi (alveolum)
sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [s], [z], [r], [l].
Konsonan palatal atau lamino-palatal, yakni konsonan yang dihasilkan
oleh bagian tengah lidah (lamina) sebagai artikulator dan langit-langit keras
(palatum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan [c], [j], [Š], [ñ], dan [y].
Konsonan velar atau dorso-velar, yaitu konsonan yang dihasilkan oleh
belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator dan langit-langit lembut (velum)
sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [k], [g], [x], dan [h].
2.23
Konsonan glottal atau hamzah, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan
posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup glotis. Udara sama sekali
dihalangi. Bunyi yang dihasilkan ialah?.
Konsonan laringal, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan pita suara
terbuka lebar sehingga udara yang keluar digesekkan melalui glotis. Bunyi yang
dihasilkan ialah h.
Pembentukan Konsonan Berdasarkan Bergetarnya Pita Suara
Berdasarkan posisi pita suara atau bergetar tidaknya pita suara, konsonan
dapat dibedakan atas konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara.
Konsonan bersuara, yaitu konsonan yang terjadi jika udara yang keluar
dari rongga ujaran turut menggetarkan pita suara. Konsonan yang dihasilkan ialah
[m], [b], [v], [n], [d], [r], [ñ], [j], [h], [g], dan [R].
Konsonan tak bersuara, yaitu konsonan yang terjadi jika udara yang
keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan pita suara. Konsonan yang
dihasilkan ialah [p], [t], [c], [k], [?], [b], [d], [j], [g], [f], [s], [Š],[x], [h], [r], [1],
[w], dan [y] .
Konsonan nasal, yaitu konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui
rongga hidung. Konsonan yang dihasilkan ialah [m], [n], [ñ], dan [h].
Di bawah ini diperikan masing-masing konsonan beserta gambarnya.
a. Konsonan Hambat Letup Bilabial
Konsonan letup hambat bilabial terjadi bila penghambat artikulator
aktifnya adalah bibir bawah dan artikulkator pasifnya adalah bibir atas, contohnya
[p, b].
Pada halaman-halaman berikutnya digambarkan proses pembentukan
konsonan beserta keterangan proses pembentukannya.
Artikulasi Hambat Letup Bilabial [p, b]
(O’Connor, 1970:52)
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Bibir bawah menekan
rapat pada bibir atas, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru
terhambat untuk beberapa saat.
2) Bibir bawah yang menekan rapat pada bibir atas itu kemudian secara tibatiba
dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
b. Konsonan Hambat Letup Apiko-Dental
Konsonan hambat letup apiko-dental terjadi bila penghambat artikulator
aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang
dihasilkan adalah [t, d], seperti dalam kata tiba.
Artikulasi Hambat Letup Apiko-dental [t, d]
(Marsono, 1989:63)
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan
rapat pada gigi atas bagian dalam, sehingga udara yang dihembuskan dari
paru-paru terhambat untuk beberapa saat.
2) Ujung lidah yang menekan rapat pada gigi atas itu kemudian secara tiba-tiba
dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
c Konsonan Hambat Letup Apiko-Alveolar
Konsonan hambat letup apiko-alveolar terjadi bila penghambat artikulator
aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang
dihasilkan adalah [t, d] dalam bahasa Inggris town dan down.
Artikulasi Hambat Letup Apiko-alveolar [t, d]
(Fries, 1954:99; O’Connor, 1970:56).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan
rapat pada gusi, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat
untuk beberapa saat.
2) Ujung lidah yang menekan rapat pada gusi itu kemudian secara tiba-tiba
dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
d. Konsonan Hambat Letup Apiko-Palatal [ț, d]
Konsonan hambat letup apiko-palatal terjadi bila penghambat artikulator
aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras.
Bunyi yang dihasilkan adalah [ț,, d] dalam bahasa Jawa thukul.
Artikulasi Hambat Letup Apiko-Palatal [ț, d]
(Marson, 1986:44)
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan
rapat pada langit-langit keras, sehingga udara yang dihembuskan dari paruparu
terhambat untuk beberapa saat.
2) Ujung lidah yang menekan rapat pada langit-langit keras itu kemudian
secara tiba-tiba dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga
mulut.
Konsonan Hambat Letup Medio-Palatal [c, j]
Konsonan hambat letup medio-palatal terjadi bila penghambat artikulator
aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras.
Bunyi yang dihasilkan adalah [c, j].
Artikulasi Hambat Letup Medio-Palatal [c, j]
Keterangan:
1) Tengah lidah menekan rapat pada langit-langit lunak.
2) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak
bisa keluar melalui rongga hidung.
3) Karena 1) dan 2) maka udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat.
4) Secara tiba-tiba tengah lidah yang menekan rapat kemudian dilepaskan,
terjadilah letupan sehingga udara keluar dari mulut.
Konsonan Hambat Letup Dorso-Velar [k, g]
Konsonan hambat letup dorso-velar terjadi bila artikulator aktifnya adalah
pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Bunyi yang
dihasilkan adalah [k, g].
Artikulasi Hambat Letup Dorso-Velar [k, g]
(O’Connor, 1970:59).
Keterangan:
1) Pangkal lidah menekan rapat pada langit-langit lunak. Langit-langit lunak
beserta anak tekaknya dinaikkan, sehingga udara yang dihembuskan dari
paru-paru terhambat untuk beberapa saat.
2) Secara tiba-tiba pangkal lidah yang menekan rapat kemudian dilepaskan,
terjadilah letupan sehingga udara keluar dari mulut.
Konsonan Nasal Bilabial [m]
Konsonan nasal bilabial terjadi bila penghambat artikulator aktifnya
adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas. Bunyi yang
dihasilkan adalah [m].
Artikulasi Nasal Bilabial [m]
(Fries, 1954:119; O’Connor, 1970:64)
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan.
2) Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas.
3) Karena 1) dan 2) maka jalannya udara dari paru-paru melalui rongga mulut
terhambat dan keluar melalui rongga hidung.
4) Pita suara ikut bergetar.
Konsonan Nasal Apiko-Aveolar [n]
Konsonan nasal apiko-alveolar terjadi bila penghambat artikulator aktifnya
adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan
adalah [n].
Artikulasi Nasal Apiko-Aveolar [n]
(Fries, 1954:119; O’Connor, 1970:64).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu
ujung lidah ditekankan pada gusi.
2) Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar
melalui rongga hidung.
3) Pita suara ikut bergetar.
Konsonan Nasal Medio-Palatal [ñ]
Konsonan nasal medio-palatal terjadi bila penghambat artikulator aktifnya
adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang
dihasilkan adalah [ñ].
Artikulasi Nasal Medio-Palatal [ñ]
Konsonan Nasal Dorso-Velar [ŋ]
Konsonan nasal dorso-velar terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal
lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan
adalah [ŋ].
Artikulasi Nasal Dorso-velar [ŋ]
(Fries, 1954:121; O’Connor, 1970:67).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu
pangkal lidah dinaikkan rapat pada langit-langit lunak.
2) Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar
melalui rongga hidung.
3) Pita suara ikut bergetar.
Konsonan Lateral [ll
Konsonan lateral dibentuk dengan menutup arus udara di tengah rongga
mulut, sehingga udara keluar melalui kedua sisis atau satu sisi saja. Struktur
konsonan ini adalah renggang lebar.
Artikulasi Konsonan Lateral [l]
[O’Connor, 1970:70).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Bersama dengan itu
pangkal lidah dinaikkan rapat pada langit-langit lunak.
2) Ujung lidah (dan kedua sisa daun lidah yang tidak terlihat dalam gambar)
menyentuh rapat pada gusi, sehingga arus udara melalui tengah mulut
terhalang.
3) Karena udara melalui tengah mulut terhalang maka udara yang dihembuskan
dari paru-paru keluar melalui kedua (salah satu) sisi lidah yang tidak
bersentuhan dengan langit-langit.
4) Pita suara ikut bergetar.
12. Konsonan Geseran Labio-Dental [f, v]
Konsonan nasal labio-dental terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir
bawah dan artikulator pasifnya adalah gigi tas. Bunyi yang dihasilkan adalah [f,
v].
Gambar 23
Artikulasi Geseran Labio-Dental [f, v]
(Fries, 1954:115; O’Connor, 1970:33).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan, udara tidak keluar
melalui rongga hidung dan terpaksa keluar lewat mulut.
2) Bibir bawah ditekankan pada gigi depan atas, dengan demikian penyempitan
jalan arus udara terjadi.
3) Karena jalannya arus udara disempitkan maka udara keluar secara bergeser
melalui sela-sela bibir dengan gigi dan melalui lubang-lubang di antar gigi.
Konsonan Geseran Lamino-Alveolar [s, z]
Konsonan geseran lamino-alveolar terjadi bila artikulator aktifnya adalah daun lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [s, z].
Artikulasi Geseran Lamino-Alveolar [s, z]
(Fries, 1954:104; O’Connor, 1970:41).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut.
2) Daun lidah dan ujung lidah ditekankan pada gusi, sehingga ruangan jalannya udara antara daun lidah dengan gusi itu sempit sekali yang menyebabkan keluarnya udara dengan bergeser.
3) Gigi atas dan gigi bawah dirapatkan. Mulut tidak terbuka lebar.
Konsonan Geseran Dorso-Velar [×]
Konsonan geseran dorso-velar terjadi bila artikulator aktifnya adalah
pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Bunyi yang
dihasilkan adalah [×].
Artikulasi Geseran Dorso-Velar [×]
(Marsono, 1989:90)
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak
keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut.
2) Pangkal lidah ditekankan pada langit-langit lunak sehingga ruangan jalannya
udara antara pangkal lidah dengan langit-langit lunak menjadi sempit.
Karena ruangan jalannya udara sempit maka udara keluar dengan bergeser.
3) Pita suara tidak ikut bergetar.
Konsonan Getar Apiko-Alveolar [r]
Konsonan getar apiko-alveolar terjadi bila artikulator aktif yang
menyebabkan proses menggetar itu adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya
adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [r].
Artikulasi Getar Apiko-Alveolar [r]
(Marsono, 1989:93)
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak
keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut.
2) Lidah membentuk lengkungan dengan ujung lidah merapat kemudian
merenggang (melepas) secara berkali-kali pada gusi belakang sehingga
menyebabkan jalannya udara bergetar.
Semi-Vokal Bilabial [w]
Konsonan semi-vokal bilabial terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir
bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah
[w].
Artikulasi Semi-Vokal Bilabial [w]
(Fries, 1954:124).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak
keluar melalui rongga mulut.
2) Bibir bawah dibentangkan didekatkan pada bibir atas tetapi tidak sampai
rapat.
3) Pangkal lidah dinaikkan mendekati langit-langit lunak, ketinggiannya sama
dengan posisi pengucapan vokal [u].
4) Karena 2) dan 3) maka udara yang keluar dari paru-paru sedikit terhambat.
5) Posisi kedua bibir hampir sama dengan pembentukan vokal [u].
Perbedaannya, dalam mengucapkan [u], posisi bibir bulat. Dalam [w] ini
posisi kedua bibir itu agak terbentang.
1) Pita suara ikut bergetar.
17. Konsonan Semi-Vokal Medio-Palatal [y]
Konsonan semi-vokal medio-palata terjadi bila artikulator aktifnya adalah
tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang
dihasilkan adalah [y].
Gambar 28
Artikulasi Semi-Vokal Medio-Palatal [y]
(Fries, 1954:126).
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak
keluar melalui rongga hidung tetapi keluar melalui rongga mulut.
2) Tengah lidah menaik mendekati langit-langit keras, tetapi tidak sampai
rapat. Ketinggian lidah ini, jika dibandingkan dengan [i], [y] sedikit lebih
tinggi.
3) Karena 2) maka udara yang keluar dari paru-paru sedikit terhambat.
4) Pita suara ikut bergetar.
Konsonan Hambat Laringal [h]
Arikuasi Geser Laringal [h]
Keterangan:
(1) Udara dihembuskan ke luar ketika glottis digeserkan, posisi glotis membuka
tapi lebih sempit.
(2) Pita suara tidak turut bergetar.
Konsonan Hambat-Glotal [?]
Keterangan:
(1) Pita suara dirapatkan, anak tekak dikeataskan akibatnya udara dari paru-paru
tertahan sejenak.
(2) Pita suara yang rapat dibuka sehingga udara ke dalam mulut.

DAFTAR PUSTAKA
Aminoedin, A., dkk. 1984. Fonologi Bahasa Indonesia: Sebuah Studi Deskripstif.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Bloomfield, Leonard. 1995. Language: Bahasa. (terjemahan: I. Soetikno).
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 1987. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Lapoliwa, Hans. 1981. Dasar-Dasar Fonetik. Penataran Linguistik Umum Tahap
1, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembahanya Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik (terjemahan:I. Soetikno). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa:Pengantar (terjemahan:Rahayu Hidayat).
Yogyakarta: Kanisius.
Robins, R. H. 1989. Linguistik Umum:Sebuah Pengantar (terjemahan:Soenarjati
Djajanegara). Yogyakarta: Kanisius.
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa secara Ilmiah. Jakarta:
Erlangga.
Sudaryanto. 1974. Fonetik:Ilmu Bunyi yang Penyelidikannya dari sudut Parole.
Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada
Verhaar, J. M. 1982. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: UGM Press.
Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar