Minggu, 15 April 2012

sejarah sastra indonesia

Angkatan 50-an

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.  Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Memantulkan kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan berbenah di awal-awal masa kemerdekaan. Disebut juga Generasi Kisah (nama majalah sastra). Di masa ini sastra Indonesia sedang mengalami booming cerpen. Juga marak karya-karya teater dengan tokohnya Motenggo Boesye, Muhammad Ali Maricar, W.S. Rendra (sekarang Rendra saja).
Penulis dan karya sastra Angkatan 50-60-an
1.     Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah beliau merupakan  sastrawan wanita Indonesia yang menonjol pada akhir dekade 80-an dengan beberapa karyanya antara lain:
·         Pada Sebuah Kapal,
·         Namaku Hiroko,
·         La Barka,
·         Pertemuan Dua Hati, dan
·         Hati Yang Damai.
·         Dua Dunia (1950)
·         Hati jang Damai (1960)
Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Selain itu masih banyak lagi tokoh-tokohg sastrawan pada masa itu beserta karyanya masing-masing.
2.    Ajip Rosidi
ü  Cari Muatan
ü  Ditengah Keluarga (1956)
ü  Pertemuan Kembali (1960)
ü  Sebuah Rumah Buat Hari Tua
ü  Tahun-tahun Kematian (1955)
3.    Ali Akbar Navis
ü  Bianglala: kumpulan tjerita pendek (1963)
ü  Hudjan Panas (1963)
ü  Robohnja Surau Kami: 8 tjerita pendek pilihan (1950)


4.    Bokor Hutasuhut
ü  Datang Malam (1963)
5.    Enday Rasidin
ü  Surat Cinta
6.    Nugroho Notosusanto
ü  Hujan Kepagian (1958)
ü  Rasa Sajangé (1961)
ü  Tiga Kota (1959)
7.    Ramadhan K.H
ü  Api dan Si Rangka
ü  Priangan si Djelita (1956)
8.    Sitor Situmorang
ü  Dalam Sadjak (1950)
ü  Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
ü  Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
ü  Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
ü  Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
9.    Subagio Sastrowardojo
ü  Simphoni (1957)
10. Titis Basino
ü  Pelabuhan Hati (1978)
Kesesastraan Angkatan Balai Pustaka(1920-1940)
Angkatan Balai Pustaka di Indonesia telah ada sejak tahun 1920 - 1950, pada awalnya pemerintah belanda mendirikan sebuah lembaga bacaan rakyat yang diberi nama Volkslectur pada tahun 1908. Pada tahun 1917 Volkslekctur diubah menjadi balai pustaka. Balai Pustaka didirikan dengan alasan salah satunya untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian dan dianggap memiliki misi politis.
Ciri-ciri umum angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
1.    Tema tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak sampai dan kawin paksa
2.    Bahan ceritanya berasal dari Minangkabau
3.    Bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu
4.    Menggunakanaliran romantik sentimental
Pada masa itu, tidak semua karya diterbatkan oleh Balai pustaka dengan berbagai alasan. Karya sastra pada masa itu harus memiliki syarat-syara tertentu agar dapat diterbitkan oleh pihak Balai pustaka diantaranya yaitu karya satra tidak boleh memiliki unsur yang menentang pemerintah pada masa itu dan setiap karya tidak boleh mengandung unsur politik yang merugikan bagi pemerintah. Salah satu contoh karya yang ditolak pada masa itu yang dianggap bertentangan dengan dengan pihak penerbit yaitu karya sastra Belenggu. Selain karya satra Belenggu yang ditolak oleh pihak balai pustaka masih banyak lagi karya-karya yang muncul pada masa itu dan diterima oleh pihak penerbit. Merari siregar dalam karyanya yaitu asab dan sengsara pada tahun 1920, marah rusli dengan karyanya siti nurbaya ada tahun 1928, Abdul Muis dengan karyanya salah asuhan pada tahun 1928 dan Hamka dengan karyanya tenggelamnya kapal Van Der Wijch pada tahun 1957. Asab dan sengsara karya Merari siregar ini ditunjuk sebagai awal kebangkitan nasional. Karya ini menceritakan tentang adat perkawinan berdasarkan kesetaraan derajat dan status sosial. Namun pada karya ini telah muncul sikap menentang dan sikap nasionalisme dari tokoh tersebut. Berbeda dengan karya Marah rusli yang karyanya Siti nurbaya pada tahun 1922. Dalam karya siti nurbaya menceritakan tentang adat perjodohan dan kawin paksa. Karya ini sangat berbeda dengan karya dari Merari Siregar asab dan sengsara. Dalam Siti nurbaya tidak mencerminkan sisi nasionalisme. Tokoh dari siti hanya berterima dengan keputusan orang tuanya untuk mengikuti kemauan datuk maringgih karna tidak mampu membayar utang keadanya. Dalam cerita tersebut tokoh datuk maringgih menikahi siti secara paksa. secara tidak langsung tergambarkan adanya kekuasaan yang menindas kaum lemah dan masih kuatnya adat yang berlaku pada saat itu. Tokoh siti tidak mampu menolak kemauan orang tuanya untuk memnjodohkannya dengan datuk maringgih. Selain itu Tokoh syamsul Bahri pada karya tersebut juga tidak mampu memberontak dan mempertahankan kekasihnya yang sangat dicintainya untuk mengatakan tidak meskipun dia tidak berterima akan kenyataan bahwa siti nurbaya akan menikah dengan datuk maringgih. Bahkan tokoh tersebut lebih memilih untuk bergabung dengan pemerintah belanda untuk mem,brantas saudara setana airnya sendiri. Tekoh tersebut dilukiskan seperti itu agar karya sity nurbaya ini dapat diterbitkan pleh pihak Balai pustaka yang tidak lain pemerintah pada masa itu. Berbeda dengan karya merari siregar yang telah memperlihatkan sikap nasionalisme dan memertahankan sesuatu yang menurutnya bertentangan. Oleh sebab itu karya dari karya Asab dan sengsara dikatakan sebagai awal kebangkitan pada masa itu. Selain itu karya sastra salah asuhan oleh abdul muis menceritakan tentang kisah seorang laki-laki yang memiliki pola pikir yang yang terpengaruh oleh pola pikir orang eropa yang yang selalu merendahkan adat tradisi. Yang terakhir yaitu karya dari Hamka tenggelamnya kapal Van Der wijch yang masih menyangkut adat istiadat  dan tradisi dan mengarah pada kehidupan nyata yang terjadi dalam kehidupannya.

SUMBER
K.S, Yudiono.2007. Pengantar Ilmu Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo
http://sastraindonesia.ohlog.com/macam-macam-karya-sastra.oh32589.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar